Amerika Mulai Jadi Negara Tukang Burger
Amerika Mulai Jadi Negara Tukang Burger – Sementara Wall Street dan Washington sibuk berdebat soal definisi teknis resesi, laporan dari Biro Sensus AS menyimpan fakta mengejutkan: banyak pekerjaan di AS saat ini hanya bersifat sementara, musiman, atau sekadar kerja sampingan. Kita semua tahu bahwa pekerjaan industri manufaktur lama sudah pindah ke China. Tapi, banyak orang yang mencoba mencari titik terendah pasar saat ini tidak sadar bahwa angka ketenagakerjaan AS sebagian besar ditopang oleh pekerjaan seperti kasir toko, pekerja restoran, instruktur yoga, dan kurir pengiriman.
Selain itu, perang di Irak dan Afghanistan juga berkontribusi terhadap data ketenagakerjaan AS. Setidaknya 150.000 orang usia kerja—baik pria maupun wanita—bertugas di zona konflik, jadi mereka tidak masuk dalam hitungan pengangguran. Di dalam negeri, pesanan untuk keperluan militer membuat pabrik senjata dan alat perang terus merekrut pekerja sejak 2003. Seorang analis Wall Street bahkan mengakui secara anonim, “Kalau kita menarik pasukan hari ini, krisis ekonomi akan langsung makin parah. Sangat sedikit dari mereka yang bisa mendapatkan pekerjaan layak begitu kembali.”
Kenyataannya, banyak ekonom AS dari berbagai kubu politik gagal melihat bahwa ekonomi global tidak sekuat yang diperkirakan beberapa bulan lalu. Jika melihat lebih dekat pada negara-negara yang dianggap sebagai penggerak ekonomi dunia—China dan India—ternyata data pertumbuhan ekonomi mereka banyak yang dilebih-lebihkan. Di China, investor asing tidak mempertimbangkan dampak dari kredit murah dan lonjakan harga properti. Sementara di India, analis Barat gagal memperhitungkan risiko dari satu musim panen buruk atau besarnya peran “black money” dalam perekonomian masyarakat. (Istilah “black money” merujuk pada berbagai bentuk penghindaran pajak dan aktivitas ilegal, bahkan ada yang memperkirakan ekonomi bawah tanah India mencapai lebih dari 50% dari PDB mereka.)
Kemarin, dalam acara *Larry King Live* di CNN, Donald Trump menegaskan bahwa AS saat ini sudah mengalami resesi dan bahwa krisis di sektor perumahan dan kartu kredit masih akan semakin parah dalam beberapa bulan ke depan. Trump menertawakan klaim Washington yang mengatakan bahwa “fondasi ekonomi masih kuat,” karena pada kenyataannya tidak ada data konkret yang mendukung klaim tersebut. Mungkin karena takut dampak politik, tidak ada pejabat yang berani menjelaskan apa sebenarnya yang dimaksud dengan “fondasi ekonomi” itu.
Banyak faktor besar yang ikut menentukan masa depan AS: harga minyak, gagal bayar utang, permintaan global, harga komoditas, nilai tukar mata uang, perdagangan internasional, dan tentu saja, perang melawan terorisme. Apakah faktor-faktor itu bisa disebut sebagai “fondasi ekonomi” masih jadi perdebatan.
Namun yang jelas, ada dua masalah besar yang harus dihadapi saat ini. Pertama, baik Presiden Bush maupun kandidat presiden lainnya belum punya rencana konkret yang benar-benar membahas kompleksitas situasi ini. Kedua, semua prediksi optimis tentang meningkatnya permintaan dari negara berkembang kini mulai menjadi bumerang bagi para analis. Singkatnya, situasi yang sudah memburuk malah diperparah dengan ketidaktahuan atau ketidakjujuran intelektual—atau mungkin keduanya.
Sementara itu, perubahan musim akan membantu menciptakan ilusi bahwa semuanya baik-baik saja. Saat musim semi tiba, jumlah pekerjaan akan meningkat lagi—penjual furnitur taman, pekerja kolam renang, bartender, penjaga pantai, dan instruktur gym. Belum lagi industri makanan cepat saji yang terus berkembang, mulai dari burger, pizza, taco, donat, hingga kopi.